(Movie Review) Tuhan Itu Bernama Lucy

Ketika hendak memutuskan menonton sebuah Film, saya biasanya melihat dahulu pendapat yang ada di sosial media. Bila mayoritas memberikan review yang buruk tentu saya berpikir dua kali untuk membuang uang menonton film tersebut, sebaliknya bila review yang diberikan bagus tentunya akan membuat saya tertarik untuk menontonnya.

lucy

Namun untuk film Lucy ini saya menemukan dua pendapat yang berbeda yang keduanya dipisahkan jurang pendapat yang tajam, mayoritas yang satu menganggap film ini sangat tidak menarik, dan tidak masuk akal, sementara mayoritas lainnya berpendapat sebaliknya dan memberikan nilai yang tinggi untuk film Lucy. Ini membuat saya lebih penasaran lagi dan akhirnya memutuskan untuk menontonnya dan mencari tahu apa penyebab perbedaan tersebut. Iming-iming sebagai film genre Science Fiction juga menambah penasaran saya untuk menontonnya.

Lucy yang diperankan oleh Scarlett Johansson secara umum bercerita tentang bagaimana bila seseorang mampu memfungsikan otaknya hingga lebih dari kemampuan manusia biasa pada umumnya.

Memang tidak ada pendapat dan penelitian yang sahih dari para ahli apakah manusia saat ini sudah menggunakan kemampuan otaknya secara penuh ataukah baru sebagian kecil saja dari kemampuannya.

“The 10% of brain myth is the widely perpetuated urban legend that most or all humans only make use of 10% (or some other small percentage) of their brains. It has been misattributed to many people, including Albert Einstein.[1] By extrapolation, it is suggested that a person may harness this unused potential and increase intelligence” – Wikipedia 

Bila melihat informasi dari Wikipedia diatas pendapat bahwa manusia baru menggunakan 10% saja dari kemampuan otaknya hanyalah mitos semata.

Namun dalam film Lucy mitos itu dianggap benar dan demikianlah kemudian film ini mengembangkannya.

Saya selalu tertarik dengan Science walaupun dalam bentuk fiksi, karena dengan fiksilah khayalan yang ada itu diwujudkan dan bukan tidak mungkin menjadi kenyataan nantinya.

Dalam hal ini nampaknya saya sudah bisa mengetahui kenapa ada perbedaan review yang tajam untuk film Lucy ini.

Penonton yang lebih suka action tentu akan memberikan review bahwa aksi-aksi dalam film Lucy sangat tidak masuk akal dan biasa saja. Namun penonton yang menyukai Science Fiction akan penasaran untuk mengetahui akan menjadi apa manusia bila bisa memfungsikan seluruh kemampuan otaknya.

Lucy seorang gadis biasa yang kemudian karena pengaruh narkoba jenis baru yang bocor dan masuk kedalam tubuhnya mampu meningkatkan kemampuan otaknya hingga 100%.

Lucy_Scarlett-Johansson-Movie

Dalam perjalanan mencapai 100% tersebut saja sudah banyak hal di luar nalar manusia yang dapat dilakukan Lucy, dari panca inderanya yang menjadi sangat peka hingga kemampuannya untuk melakukan telepati dan mengendalikan segala sesuatu hal dari jarak jauh, merubah bentuk rambutnya sesuai keinginannya. Luar Biasa.

Namun sejujurnya ketika Lucy akhirnya mencapai kemampuan otaknya menjadi 100% adalah anti klimaks dari bayangan saya.

Ketika akhirnya kemampuan otak Lucy menjadi 100% Lucy jadi mengetahui segala hal di jagad alam raya ini, dia tidak lagi membutuhkan tubuhnya yang berupa daging dan tulang. Dia bisa ada dimana-mana, di dimensi waktu manapun …… Lucy menjadi semacam Tuhan. Tuhan yang bernama Lucy. Entahlah.

Walau begitu film Lucy kembali membuka pikiran saya akan masih banyaknya rahasia alam semesta ini yang belum terbuka, atau belum diijinkan dibuka oleh Pemiliknya. Namun seperti saya katakan sebelumnya, semua hal yang telah diciptakan oleh manusia di dunia ini adalah berawal dari mimpi, dari khayalan. Karena itu jangan pernah berhenti  bermimpi dan berkhayal untuk membuka satu persatu rahasia alam yang ada. Wallahualam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *